Ombudsman: Praktik Pungutan di SD Negeri 1 Palapa Mengancam Hak Pendidikan Dasar

(FBI), Bandar Lampung— Dugaan praktik pungutan liar kembali mengemuka di sektor pendidikan, kali ini menimpa SD Negeri 1 Palapa Bandar Lampung. Informasi yang dihimpun dari sejumlah sumber terpercaya menyebutkan bahwa sekolah ini memberlakukan biaya wajib untuk kegiatan ekstrakurikuler, yang memicu kekhawatiran dan protes dari orang tua siswa.

Setiap siswa dikabarkan diwajibkan mengikuti paling sedikit satu kegiatan ekstrakurikuler dengan biaya antara Rp50.000 hingga Rp100.000 per kegiatan. Beban finansial ini semakin bertambah dengan adanya biaya bimbingan belajar sebesar Rp125.000 per bulan. Padahal, sekolah tersebut diketahui memiliki 24 rombongan belajar, yang idealnya mendapatkan dukungan melalui dana BOS dan anggaran pemerintah.

Yang lebih mengkhawatirkan, muncul laporan bahwa siswa yang berasal dari luar zona dikenai pungutan sebesar Rp2,5 juta, yang disebut-sebut disalurkan melalui oknum guru. Temuan ini memperkuat indikasi adanya praktik pungutan liar. Selain itu, siswa juga diharuskan membayar iuran kas bulanan sebesar Rp10.000 hingga Rp15.000, yang dikelola oleh wali murid, menimbulkan keraguan atas transparansi penggunaan dana tersebut.

Kepala SD Negeri 1 Palapa menampik semua tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa biaya ekstrakurikuler bersifat sukarela serta telah disepakati dalam rapat dengan wali murid. Namun, ketidaksediaannya untuk memberikan penjelasan lebih rinci justru semakin menimbulkan kecurigaan publik atas integritas sekolah dalam pengelolaan dana dan kegiatan.

Seorang sumber menjelaskan, “Les masih diadakan dua kali dalam seminggu, dan siswa tetap diwajibkan memilih kegiatan ekstrakurikuler berbayar. Selain itu, paguyuban wali murid juga memungut Rp50.000 untuk pembelian kipas angin saat kenaikan kelas. Padahal, sekolah seharusnya bisa menggunakan dana BOS. Mengapa biaya seperti ini harus ditanggung oleh wali murid?” ujarnya kepada media.

Nur Rakhman Yusuf, perwakilan Ombudsman RI Provinsi Lampung, menyatakan keprihatinannya atas laporan ini. “Jika benar ada pungutan seperti ini, tentu sangat disayangkan, terlebih di tingkat pendidikan dasar. Program wajib belajar 9 tahun seharusnya memastikan bahwa pendidikan dasar tersedia tanpa biaya tambahan. Pemerintah harus bertanggung jawab penuh atas semua kebutuhan sekolah,” tegasnya.

Nur Rakhman juga menegaskan bahwa praktik seperti ini dapat melanggar Pasal 12 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menempatkan pembiayaan pendidikan dasar sebagai kewajiban pemerintah. Jika dugaan ini terbukti benar, pihak sekolah bisa dikenai sanksi karena melanggar ketentuan tersebut.

Masyarakat mendesak agar sekolah segera memberikan klarifikasi dan memastikan bahwa pengelolaan dana dilakukan secara transparan dan akuntabel, guna menjamin hak anak-anak memperoleh pendidikan tanpa beban biaya yang tidak seharusnya.

(TIM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *